Senin, 28 November 2011

HAKIKAT KEHIDUPAN


Wanita ini berumur tujuh puluhan. Pernahkah Anda membayangkan bagaimana orang seusia ini menilai hidupnya?
Jika ada yang ia ingat tentang hidupnya, tentunya berupa suatu "kehidupan yang cepat berlalu".
Ia akan berkomentar bahwa hidupnya tidaklah "panjang" sebagaimana impiannya di usia belasan. Mungkin tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa suatu hari ia akan menjadi begitu tua. Namun kini, ia dicekam oleh kenyataan bahwa ia telah meninggalkan tujuh puluh tahun di belakangnya. Ketika muda, mungkin tak pernah terpikir olehnya bahwa kebeliaan dengan segala gairahnya akan berlalu begitu cepat.
Bila pada usia senja ia diminta untuk menceritakan kisah hidupnya, kenangannya akan terangkum dalam pembicaraan selama lima atau enam jam saja. Hanya itulah yang tersisa dari yang disebutnya sebagai "masa tujuh puluh tahun yang panjang".
Daya pikir seseorang, yang melemah sesuai usia, dipenuhi banyak pertanyaan. Berbagai pertanyaan ini sungguh penting untuk direnungkan, dan menjawabnya secara jujur sangat mendasar untuk memahami seluruh aspek kehidupan: "Apakah tujuan dari hidup yang berlalu begitu cepat ini? Mengapa aku harus terus bersikap positif dengan semua masalah kerentaan yang kumiliki? Apa yang akan terjadi di masa depan?"
Jawaban yang mungkin terhadap pertanyaan-pertanyaan ini terbagi dalam dua kategori utama: dari orang-orang yang mengimani Allah dan dari orang-orang yang tidak mengimani-Nya.
Seseorang yang tidak mengimani Allah akan mengatakan, "Saya telah menghabiskan hidup mengejar hal yang sia-sia. Saya telah meninggalkan tujuh puluh tahun di belakang saya, namun sebenarnya, saya masih belum dapat memahami untuk apa saya hidup. Ketika masih anak-anak, orang tua adalah pusat kehidupan saya. Saya mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan dalam cinta mereka. Kemudian, sebagai seorang wanita muda, saya mengabdikan diri kepada suami dan anak-anak. Pada masa itu, saya membuat banyak cita-cita untuk diri saya. Namun ketika tercapai, semuanya seperti sesuatu yang cepat berlalu. Saat bergembira dalam keberhasilan, saya melangkah menuju cita-cita lain yang menyibukkan, sehingga saya tidak memikirkan makna hidup yang sesungguhnya. Kini pada usia tujuh puluh tahun, dalam ketenangan usia senja, saya mencoba menemukan apa gerangan tujuan masa lalu saya. Apakah saya hidup untuk orang-orang yang kini hanya samar-samar saya ingat? Untuk orang tua saya? Untuk suami saya yang telah berpulang bertahun-tahun yang lalu? Atau anak-anak yang kini jarang saya lihat karena telah memiliki keluarga masing-masing? Saya bingung. Satu-satunya kenyataan adalah bahwa saya merasa dekat dengan kematian. Saya akan segera meninggal dan menjadi kenangan yang redup dalam benak orang-orang. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Saya benar-benar tidak tahu. Bahkan memikirkannya saja sudah menakutkan!"
Tentunya ada alasan mengapa ia begitu berputus asa. Ini semata karena ia tidak dapat memahami bahwa alam semesta, seluruh makhluk hidup dan manusia memiliki tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan harus dipenuhi dalam hidup. Adanya tujuan-tujuan ini berasal dari fakta bahwa segalanya telah diciptakan. Orang yang berakal dapat melihat hadirnya perencanaan, perancangan, dan kearifan dalam setiap detail dunia yang penuh variasi. Hal ini membawanya pada pengenalan terhadap sang Pencipta. Selanjutnya ia akan menyimpulkan bahwa, karena seluruh makhluk hidup tidaklah disebabkan oleh suatu proses acak atau tanpa sadar; mereka semua menjalankan tujuan yang penting. Dalam Al Quran, pedoman asli terakhir yang diturunkan untuk manusia, Allah berulang kali mengingatkan kita akan tujuan hidup kita, suatu hal yang cenderung kita lupakan, dan dengannya membimbing kita pada kejelasan pemikiran dan kesadaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar